top of page
Gambar penulisBara Maritim

Evolusi Serangan Perompakan dan Pembajakan Laut di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan letak geografis yang menguntungkan sebagai jalur perdagangan yang menghubungkan ekonomi nasional dan internasional. Besarnya keuntungan strategis dari perairan Indonesia juga mengundang kelompok kejahatan transnasional terorganisir (transnational organised crime) berkembang dan menargetkan sejumlah kapal yang beraktifitas di perairan Indonesia.



Mengenal Perbedaan Perompakan dan Pembajakan Laut

Perompakan dan pembajakan laut merupakan kejahatan tindak pidana yang dilakukan oleh kapal milik negara asing di wilayah tertentu. Aktivitas kejahatan ini sangat meresahkan bagi dunia pelayaran. Perompakan laut (sea/armed robbery) adalah perampokan yang terjadi di laut, juga dikenal dengan sebutan pembajakan laut (sea piracy) (Estiyantara et al., 2021). Tujuan dari kejahatan ini yaitu untuk mencuri kargo hingga barang berharga. Individu atau organisasi yang melakukan tindakan pembajakan laut disebut dengan bajak laut.


Perompakan dan pembajakan laut memiliki perbedaan pada tindak pidananya. Pembajakan laut (sea piracy) merupakan tindak pidana perampokan yang terjadi di luar yuridiksi satu negara yakni di laut bebas (high sea). Merujuk pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, tindak pidana pembajakan laut termasuk dalam ranah universal jurisdiction berarti kapal dinas pemerintah negara, maupun kapal perang memiliki hak untuk menangkap awak, kapal, dan muatan yang dikuasai oleh bajak laut. Sedangkan, untuk tindak pidana perompakan atau perampokan yang terjadi di laut (sea/armed robbery) terjadi di daerah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), zona tambahan, perairan kepulauan, perairan pedalaman, dan laut territorial (Convention on the Law of the Sea, 1982).


Evolusi Spatiotemporal Perompakan dan Pembajakan Laut di Indonesia

Merujuk pada laporan ICC International Maritime Bureau (2021), Indonesia merupakan Negara dengan serangan perompakan dan pembajakan laut terbanyak se-Asia Tenggara bahkan termasuk dalam salah satu daerah terkena dampak pembajakan di dunia. Berdasarkan hasil penelitian dari Sandkamp et al. (2022), selama kurun waktu 2015 – 2020, tercatat Afrika Barat telah mendapat 385 serangan, disusul Laut Cina Selatan sebanyak 344 serangan, dan Selat Malaka sebanyak 283 serangan. Hal ini kemudian melandasi pentingnya mengetahui dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya penanganan atas kasus kejahatan ini mengingat wilayah Selat Malaka dan Laut Cina Selatan bersinggungan langsung dengan wilayah Indonesia.


Pengamatan atas serangan kasus perompakan dan pembajakan laut di Indonesia pada tulisan ini menggunakan metode analisis spatiotemporal. Data dan informasi yang digunakan yaitu kasus 10 tahun ke belakang yaitu tahun 2012 – 2022 dari National Geospatial Agency Anti-shipping Activity Messages (ASAM). ASAM berisikan data dan informasi lokasi dan laporan deskriptif tentang tindakan yang bersifat ancaman (hostile act) terhadap kapal dan pelaut. Data dan informasi ASAM dapat digunakan untuk mengetahui, mencegah, dan menghindari potensi aktivitas yang dapat mengancam kapal-kapal dan para pelaut.



Map of Piracy and Armed Robbery Against Ships in Indonesia (2012-2022)
Peta sebaran lokasi kejadian serangan perompakan dan pembajakan laut di Indonesia dalam 10 Tahun (2012-2022)

Berdasarkan hasil pengamatan secara spasial, wilayah-wilayah yang kerap ditemukan banyak di serangan perompakan dan pembajakan laut di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun ke belakang ialah Selat Singapura, Selat Makassar, Selat Malaka, dan Selat Sunda. Pada Selat Makassar, lokasi serangan cenderung terjadi pada wilayah Kalimantan Timur.


Secara temporal, serangan pembajakan dan perompakan laut ditemukan banyak terjadi pada tahun 2012 – 2017 dan hampir seluruh wilayah perairan di Indonesia mendapati serangan, utamanya pada wilayah perairan Indonesia bagian barat. Kemudian pada tahun 2018, serangan mulai mengalami penurunan, penurunan jelas terlihat pada wilayah Selat Malaka, Laut Natuna Utara, dan Wilayah perairan Indonesia bagian Timur.


Namun, secara fluktuatif serangan mengalami kenaikan kembali di tahun 2019-2020, puncak kenaikan terjadi pada tahun 2020 dimana terdeteksi meningkatnya sebaran serangan pada Selat Singapura, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Makassar. Kenaikan serangan pada 2019-2020 disinyalir akibat dampak kesulitan ekonomi pada masa awal pandemi Covid-19 merebak ke seluruh penjuru dunia dan mematikan beberapa pendapatan masyarakat dunia. Selanjutnya, pada tahun 2021 serangan mulai mengalami penurunan kembali, namun jika diperhatikan dengan seksama lokasi serangan dari tahun ke tahun sering terdeteksi banyaknya serangan perompakan dan pembajakan laut di Selat Singapura. Kemudian diikuti dengan Selat Makassar, Selat Malaka, dan Selat Sunda namun pada ketiga lokasi ini serangan cenderung dinamis dan fluktuatif tiap tahunnya.


Pada kuartal awal tahun 2022, telah terdeteksi 18 kejadian serangan hingga Maret 2022. Terdeteksi 13 diantaranya berlokasi di Selat Singapura. Menurut Wiyoga (2020), serangan perompakan ditemukan terjadi di wilayah perairan perbatasan antara Indonesia dan Singapura, yaitu Selat Singapura. Serangan perompakan tercatat semakin meningkat pada masa pandemi Covid-19. Masih terdeteksinya bahkan adanya peningkatan serangan perompakan menandakan perlunya peningkatan kontrol Negara akan peningkatan kesadaran dan pencegahan guna menghindari serangan perompakan dan pembajakan laut yang mengancam kapal-kapal dan para pelaut agar dapat berlayar dengan aman dan selamat.



REFERENSI

Estiyantara, N. F., Riska Putri, W., & Fitriono, R. A. (2021). Faktor Kriminolog Penyebab Terjadinya Kejahatan Perompakan Kapal Laut. Gema Keadilan, 8(3), 1–14. https://doi.org/10.14710/gk.8.3.%p


ICC International Maritime Bureau. (2021). Piracy and Armed Robbery Against Ships (1 January - 30 June 2021, p. 44). ICC International Maritime Bureau.


Sandkamp, A., Stamer, V., & Yang, S. (2022). The rum is gone! The impact of maritime piracy on trade and transport [Research Center]. VOX CEPR Policy Portal. https://voxeu.org/article/impact-maritime-piracy-trade-and-transport


UN General Assembly, Convention on the Law of the Sea, 10 December 1982


Wiyoga, P. (2020). Selama Pandemi, Selat Singapura Makin Rawan Perompak [News]. Kompas.Id. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2020/11/10/selama-pandemi-selat-singapura-makin-rawan-perompak




 

PENULIS

Merisa Dwi Juanita, S.IP., M.Han.

Founder of Bara Maritim





PENULIS & ILUSTRASI

Masaji Faiz Dani Agus Setiani, S.Kel., M.Han.

Co-Founder of Bara Maritim


55 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page